HAKIKAT PEMBELAJARAN
Pembelajaran atau mengajar adalah upaya guru untuk mengubah tingkah laku siswa. Hal ini disebabkan karena pembelajaran adalah upaya guru untuk supaya siswa mau belajar. Sedangkan belajar adalah perubahan tingkah laku siswa. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa mengajar bukan upaya guru untuk menyampaikan bahan, tetapi bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan.
Apabila dilihat dari arti belajar pada Bab I, yang menyatakan bahwa perubahan yang dimaksud dengan belajar adalah perubahan yang konstan, berbekas, dan menjadi milik siswa, maka dalam belajar siswa mengalami proses dan meningkatkan kemampuan mentalnya. Dengan demikian maka mengajar haruslah mengatur lingkungan agar terjadi proses belajar mengajar dengan baik. Dari pengertian tersebut mengajar mempunyai dua arti, yaitu Menyampaikan pengetahuan kepada siswa, dan Membimbing siswa.
Dua arti belajar di atas menunjukkan bahwa pelajaran lebih bersifat pupil-centered, dan guru berperan sebagai meneger of learning. Hal ini membedakan dengan mengajar dalam arti menanamkan pengetahuan, yang biasanya pelajaran bersifat teacher-centered. Mengajar yang berarti menanam pengetahuan, tujuannya adalah penguasaan pengetahuan anak. Anak dianggap pasif, dan gurulah yang memegang peranan utama. Kebanyakan ilmu pengetahuan diambil dari buku pelajaran yang tidak dihubungkan dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran serupa ini disebut intelektualitas, sebab menekankan pada segi pengetahuan.
Dua arti belajar di atas menunjukkan bahwa pelajaran lebih bersifat pupil-centered, dan guru berperan sebagai meneger of learning. Hal ini membedakan dengan mengajar dalam arti menanamkan pengetahuan, yang biasanya pelajaran bersifat teacher-centered. Mengajar yang berarti menanam pengetahuan, tujuannya adalah penguasaan pengetahuan anak. Anak dianggap pasif, dan gurulah yang memegang peranan utama. Kebanyakan ilmu pengetahuan diambil dari buku pelajaran yang tidak dihubungkan dengan realitas dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran serupa ini disebut intelektualitas, sebab menekankan pada segi pengetahuan.
Hal di atas berbeda dengan pengertian belajar: “suatu aktivitas mengatur dan mengorganisasi lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar”. Perbedaan itu ditunjukkan pada mengajar di sini adalah usaha dari pihak guru untuk mengatur lingkungan, sehingga terbentuk suasana yang sebaik-baiknya bagi anak untuk belajar. Artinya yang belajar adalah anak itu sendiri dan berkat kegiatannya sendiri, sedangkan guru hanya dapat membimbing anak. Dalam membimbing tersebut guru tidak hanya menggunakan buku pelajaran semata, tetapi dimanfaatkannya segala faktor dalam lingkungan, termasuk dirinya, alat peraga, lingkungan, dan sumber-sumber lain.
Uraian di atas memberikan batasan-batasan yang benar tentang mengajar, yaitu:
Mengajar adalah membimbing aktivitas anak. Artinya yang belajar adalah anak sendiri, sedangkan tugas guru adalah mengatur lingkungan dan membimbing aktivitas anak. Jadi yang aktif adalah siswa, dan bukan sebaliknya. Mengajar berarti membimbing pengalaman anak. Pengalaman adalah proses dan hasil interaksi anak dengan lingkungan. Jadi interaksi dengan lingkungan itulah yang dinamakan belajar. Dari pengalaman, anak memperoleh pengertian-pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lain sebagainya. Lingkungan jauh lebih luas dibandingkan dengan buku dan kata-kata guru. Seluruh lingkungan anak adalah sumber belajar, untuk itu pelajaran hendaknya dihubungkan dengan kehidupan anak dalam lingkungannya. Mengajar berarti membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Artinya mengajar adalah mengantarkan anak agar bakatnya berkembang. Sedangkan membantu anak untuk supaya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat diupayakann dengan memberikan pelajaran yang berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini agar lebih sanggup mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya. Dengan upaya tersebut diharapkan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sosialnya. Ia harus belajar berpikir, merasa, dan berbuat sesuai dengan norma-norma lingkungan.
Sedangkan tafsiran yang kurang tepat tentang mengajar antara lain Mengajar adalah menyuruh anak untuk menghafal, Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan.
Seluruh rangkaian penjelasan tentang mengajar di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan mengajar di sini adalah juga termasuk di dalamnya mendidik. Jadi bukan saja mentransfer pengetahuan, tetapi juga membimbing ke arah norma yang benar. Atau dapat dikatakan bahwa mengajar atau pembelajaran adalah aktivitas mengatur lingkungan, sehingga terjadi proses belajar. Untuk itu dalam pembelajaran perlu adanya komponen-komponen pendukung dengan tujuan supaya proses pembelajaran berjalan dengan baik.
Dari sini dapat ditunjukkan ciri-ciri pembelajaran, yaitu:
1. Adanya tujuan.
2. Adanya bahan yang sesuai dengan tujuan.
3. Adanya metode dan media pembelajaran.
4. Adanya penilaian.
5. Adanya situasi yang subur.
6. Adanya guru yang melaksanakan pembelajaran.
7. Adanya siswa yang melaksanakan belajar.
Mengajar adalah membimbing aktivitas anak. Artinya yang belajar adalah anak sendiri, sedangkan tugas guru adalah mengatur lingkungan dan membimbing aktivitas anak. Jadi yang aktif adalah siswa, dan bukan sebaliknya. Mengajar berarti membimbing pengalaman anak. Pengalaman adalah proses dan hasil interaksi anak dengan lingkungan. Jadi interaksi dengan lingkungan itulah yang dinamakan belajar. Dari pengalaman, anak memperoleh pengertian-pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lain sebagainya. Lingkungan jauh lebih luas dibandingkan dengan buku dan kata-kata guru. Seluruh lingkungan anak adalah sumber belajar, untuk itu pelajaran hendaknya dihubungkan dengan kehidupan anak dalam lingkungannya. Mengajar berarti membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri kepada lingkungan. Artinya mengajar adalah mengantarkan anak agar bakatnya berkembang. Sedangkan membantu anak untuk supaya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat diupayakann dengan memberikan pelajaran yang berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini agar lebih sanggup mengatasi masalah-masalah dalam kehidupannya. Dengan upaya tersebut diharapkan anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sosialnya. Ia harus belajar berpikir, merasa, dan berbuat sesuai dengan norma-norma lingkungan.
Sedangkan tafsiran yang kurang tepat tentang mengajar antara lain Mengajar adalah menyuruh anak untuk menghafal, Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan.
Seluruh rangkaian penjelasan tentang mengajar di atas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan mengajar di sini adalah juga termasuk di dalamnya mendidik. Jadi bukan saja mentransfer pengetahuan, tetapi juga membimbing ke arah norma yang benar. Atau dapat dikatakan bahwa mengajar atau pembelajaran adalah aktivitas mengatur lingkungan, sehingga terjadi proses belajar. Untuk itu dalam pembelajaran perlu adanya komponen-komponen pendukung dengan tujuan supaya proses pembelajaran berjalan dengan baik.
Dari sini dapat ditunjukkan ciri-ciri pembelajaran, yaitu:
1. Adanya tujuan.
2. Adanya bahan yang sesuai dengan tujuan.
3. Adanya metode dan media pembelajaran.
4. Adanya penilaian.
5. Adanya situasi yang subur.
6. Adanya guru yang melaksanakan pembelajaran.
7. Adanya siswa yang melaksanakan belajar.
Jenis-jenis Pembelajaran
1. Jenis belajar berdasarkan cara mengorganisasi siswa.
1. Jenis belajar berdasarkan cara mengorganisasi siswa.
2. Pembelajaran secara individual
3. Pembelajaran secara kelompok
4. Pembelajaran secara klasikal
3. Pembelajaran secara kelompok
4. Pembelajaran secara klasikal
Jenis Pembelajaran berdasarkan Pendekatan
1. Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep merupakan pendekatan yang mementingkan hasil daripada proses perolehan hasil. Untuk itu pendekatan ini terkesan hanya merupakan pemberian informasi, sehingga hasilnya kurang bermakna dan bertahan lama.
Bagaimanapun pendekatan ini masih pula dibutuhkan dalam pembelajaran, karena tidak mungkin semua pokok bahasan dapat digunakan pendekatan keterampilan proses. Hal ini disebabkan karena jenis bahan atau mungkin waktu yang tidak memungkinkan dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses semua. Hanya saja perlu digali bagaimana penerapan pendekatan konsep ini dapat digunakan semaksimal mungkin di dalam pembelajaran.
1. Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep merupakan pendekatan yang mementingkan hasil daripada proses perolehan hasil. Untuk itu pendekatan ini terkesan hanya merupakan pemberian informasi, sehingga hasilnya kurang bermakna dan bertahan lama.
Bagaimanapun pendekatan ini masih pula dibutuhkan dalam pembelajaran, karena tidak mungkin semua pokok bahasan dapat digunakan pendekatan keterampilan proses. Hal ini disebabkan karena jenis bahan atau mungkin waktu yang tidak memungkinkan dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses semua. Hanya saja perlu digali bagaimana penerapan pendekatan konsep ini dapat digunakan semaksimal mungkin di dalam pembelajaran.
2. Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan yang mengembangkan keterampilan memproseskan pemerolehan, sehingga siswa mampu menemukan dan mengembangkan secara bebas dan kreatif fakta dan konsep serta mengaitkannya dengan sikap dan nilai yang diperlukan. Hal ini dapat dilakukan karena pendekatan keterampilan proses dilakukan sebagaimana layaknya ilmuwan menemukan pengetahuan (menggunakan langkah-langkah metode ilmiah), sehingga kevalidannya dapat diandalkan.
3. Pendekatan Expository
Pada pendekatan expository guru cenderung memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti-bukti yang mendukung. Sedangkan siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru, sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu.
4. Pendekatan Discovery
Discovery atau penemuan adalah proses mental yang dicirikan dengan siswa dapat mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental itu misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan, dan sebaginya.
Inqury atau penyelidikan mengandung proses mental yang lebih tinggi, misalnya merumuskan problem, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan lain sebagainya. Dari sini dapat dilihat bahwa inquiry ini selaras dengan teori belajar yang ditemukan oleh Brunner. Menurut Brunner discovery learning adalah merupakan belajar dengan menemukan sendiri menggunakan prinsip belajar induktif, yaitu dari khusus ke yang umum. Sumber munculnya discovery learning ini adalah teori belajar Piaget, yaitu anak harus berperan secara aktif di dalam kelas.
5. Pendekatan Humanistik
Suatu pendekatan yang berpusat pada siswa (Student centered). Pendekatan ini mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Hal ini dapat terlaksana apabila kesejahteraan mental dan emosional siswa dipandang sebagai sentral pendidikan. Prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa.
6. Pendekatan Rekonstruksionalisme
Suatu pendekatan yang menfokuskan pada masalah-masalah pendting yang dihadapi masyarakat. Untuk itu pendekatan ini juga disebut pendekatan rekonstruksi sosisal. Pendekatan ini dibagi menjadi dua, yaitu:
Rekonstruksionalisme Konservatif
Pendekatan ini ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan yang mengembangkan keterampilan memproseskan pemerolehan, sehingga siswa mampu menemukan dan mengembangkan secara bebas dan kreatif fakta dan konsep serta mengaitkannya dengan sikap dan nilai yang diperlukan. Hal ini dapat dilakukan karena pendekatan keterampilan proses dilakukan sebagaimana layaknya ilmuwan menemukan pengetahuan (menggunakan langkah-langkah metode ilmiah), sehingga kevalidannya dapat diandalkan.
3. Pendekatan Expository
Pada pendekatan expository guru cenderung memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti-bukti yang mendukung. Sedangkan siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru, sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu.
4. Pendekatan Discovery
Discovery atau penemuan adalah proses mental yang dicirikan dengan siswa dapat mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental itu misalnya mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan, dan sebaginya.
Inqury atau penyelidikan mengandung proses mental yang lebih tinggi, misalnya merumuskan problem, merancang eksperimen, melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan lain sebagainya. Dari sini dapat dilihat bahwa inquiry ini selaras dengan teori belajar yang ditemukan oleh Brunner. Menurut Brunner discovery learning adalah merupakan belajar dengan menemukan sendiri menggunakan prinsip belajar induktif, yaitu dari khusus ke yang umum. Sumber munculnya discovery learning ini adalah teori belajar Piaget, yaitu anak harus berperan secara aktif di dalam kelas.
5. Pendekatan Humanistik
Suatu pendekatan yang berpusat pada siswa (Student centered). Pendekatan ini mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Hal ini dapat terlaksana apabila kesejahteraan mental dan emosional siswa dipandang sebagai sentral pendidikan. Prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan, dan kemampuan siswa.
6. Pendekatan Rekonstruksionalisme
Suatu pendekatan yang menfokuskan pada masalah-masalah pendting yang dihadapi masyarakat. Untuk itu pendekatan ini juga disebut pendekatan rekonstruksi sosisal. Pendekatan ini dibagi menjadi dua, yaitu:
Rekonstruksionalisme Konservatif
Pendekatan ini ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang biasanya disebut tujuan instruksional merupakan tujuan yang akan dicapai setelah pembelajaran selesai dilakukan. Tujuan instruksional ini dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
Tujuan instruksional umum (TIU) telah tersedia di dalam kurikulum, sedangkan tujuan instruksional khusus (TIK) merupakan hasil perencanaan dan perumusan guru, dimana merupakan penjabaran dari tujuan instruksional umum. TIU menggunakan kata kerja yang bersifat umum, dan memuat lebih dari satu pengertian, misalnya mengenal, mengerti, memahami, sehingga sulit diukur keberhasilannya atau dievaluasi. Sedangkan TIK menggunakan kata kerja yang bersifat operasional, dapat dikerjakan, yang memuat hanya satu pengertian, sehingga mudah diukur keberhasilannya atau dievaluasi.
Tujuan instruksional ini sebenarnya merupakan tujuan yang dijabarkan dari tujuan kurikuler. Secara lengkap hierarki tujuan pembelajaran itu adalah sebagai berikut:
Tujuan Pendidikan Nasional.
Tujuan pembelajaran pada jangka panjang sebenarnya akan mencapai pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional didasarkan pada falsafah negara atau way of life nya bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Citra tujuan pendidikan nasional adalah terbentuknya manusia pancasila yang utuh dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air melalui pembangunan nasional. Jadi tujuan pendidikan seluruh lembaga pendidikan di Indonesia baik formal maupun non formal mengarah pada tujuan pendidikan nasional tersebut. Dan tujuan pendidikan nasional tersebut akan terwujud dengan dijabarkannya ke dalam tujuan institusional. Atau dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan nasional merupakan pedoman umum bagi pelaksanaan pendidikan dalam jenis dan jenjang pendidikan. Karena merupakan pedoman umum tentu saja dalam pencapaiannya perlu dioperasionalkan lagi supaya terealisasi. Penjabaran tersebut menjadi tujuan institusional.
Tujuan pendidikan nasional ini tercantum dalam Undang-Undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II, Pasal 4, yang berbunyi: Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantab dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar